Melihat dunia pendidikan

Selamat datang para bloger dan pembaca yang terkasih

Senin, 22 Februari 2010

Contoh BAB V PTK

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu, aplikasi model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament) dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009. Rata-rata skor
motivasi siklus I 124,87 (baik); siklus II 134,77 (baik); dan siklus III
151,70 (sangat baik). Rata-rata aspek kognitif untuk nilai awal adalah
39,03; siklus I 53,17 (0 % siswa mencapai nilai 70); siklus II 60,6 (20 %
siswa mencapai nilai 70); dan siklus III 74,17 (76,67 % siswa mencapai
nilai 70). Sedangkan hasil belajar pada aspek afektif siklus I 29,07
(cukup berminat); siklus II 37,43 (berminat); dan siklus III 43,57 (sangat
berminat).
B. Saran
Untuk turut serta dalam menyumbangkan pemikiran guna
meningkatkan hasil belajar siswa, maka disampaikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi Guru
a. Guru dapat mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT dalam pembelajaran biologi sebagai alternatif pembelajaran
agar siswa tidak jenuh karena pembelajaran tersebut berguna untuk
melatih siswa dalam bekerja sama dan berdiskusi sehingga
pemahaman siswa terhadap materi menjadi lebih baik.
b. Guru diharapkan tidak monoton dalam menyampaikan materi
pelajaran. Karena adanya variasi saat menyampaikan materi
pelajaran, akan menarik siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran.
c. Guru hendaknya mampu memilih model pembelajaran yang tepat
sehingga materi pelajaran yang diberikan mudah diterima dan
dipahami oleh siswa.
2. Bagi Siswa
a. Siswa hendaknya banyak berlatih, membiasakan diri untuk
mengeluarkan ide dan gagasanya, serta aktif dalam proses
pembelajaran.
b. Siswa hendaknya tidak takut atau malu untuk menanyakan tentang
materi pelajaran yang belum dipahami.
3. Bagi Sekolah
a. Pihak sekolah hendaknya memberikan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan sebagai pendukung proses pembelajaran guna mencapai
hasil belajar siswa yang lebih baik.
b. Melatih para guru agar kompetensinya lebih meningkat sesuai
dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidian)

Minggu, 21 Februari 2010

Contoh BAB IV PTK

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas,
maka peneliti berusaha menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan pada proses
pembelajaran dan pengalaman mengajar yang telah dilakukan guru bidang
studi biologi kelas XI IPA, dapat diketahui karakter siswa kelas XI IPA
pada umumnya dalam pembelajaran biologi yaitu siswa cenderung pasif
pada proses pembelajaran sehingga siswa sulit memahami materi pelajaran
biologi. Hal ini terbukti dengan rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka peneliti bermaksud
mengadakan penelitian dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe
TGT (Teams-Games-Tournament) untuk meningkatkan motivasi dan hasil
belajar biologi siswa kelas XI IPA. Alasan menggunakan metode TGT
karena dalam proses pembelajarannya semua siswa berperan aktif dan
diharapkan siswa yang biasanya bersikap pasif dalam kegiatan belajar
menjadi lebih aktif. Keaktifan siswa dengan menggunakan metode ini
dapat dilihat pada saat siswa membaca, berdiskusi dan menjawab
pertanyaan secara lisan pada saat pelaksanaan game/turnamen berlangsung
sehingga dapat melatih keberanian berbicara dimuka umum dan
menumbuhkan rasa percaya diri dalam dirinya.
1. Dialog Awal
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2009 diawali
dialog awal antara peneliti dengan guru bidang studi biologi kelas XI
IPA. Dialog awal dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Maret 2009 pukul
09.00 WIB di ruang guru, pertemuan berjalan lancar. Dialog awal
digunakan untuk mengetahui keadaan awal pembelajaran sebelum
tindakan sekaligus mengutarakan maksud dan tujuan dari penelitian
yang akan dilaksanakan. Dialog tersebut membahas kelemahankelemahan
yang terdapat pada pembelajaran kelas XI IPA yaitu
partisipasi siswa rendah dalam proses pembelajaran, dominasi siswa
tertentu dalam proses pembelajaran, siswa kurang tertarik dengan cara
guru menyampaikan materi (metode tidak bervariasi) sehingga siswa
hanya berperan sebagai objek dalam kegiatan pembelajaran, sebagian
besar siswa kurang termotivasi untuk belajar sehingga siswa sulit
memahami materi pelajaran biologi. Pada kesempatan ini guru bidang
studi biologi menyambut baik kehadiran peneliti yang akan mengadakan
penelitian.
Setelah merumuskan masalah di atas, maka masalah-masalah
yang terdapat pada pembelajaran perlu dipecahkan melalui penelitian
tindakan kelas. Setelah mendapatkan masalah, selanjutnya diskusi
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor penyebab masalah. Hasil kerja
kolaborasi antara guru bidang studi biologi kelas XI IPA dengan
peneliti, disepakati bahwa asumsi penyebab masalah pada (tabel 1).
Tabel 1. Asumsi penyebab masalah
No Faktor Penyebab masalah
1.
2.
3.
4.
Siswa
Guru
Proses
pembelajaran
Lain- lain
a. pasif dalam menerima informasi maupun
dalam proses pembelajaran
b. sulit mengutarakan ide atau gagasan
c. kurang berani dalam bertanya maupun
menjawab pertanyaan yang diberikan guru
d. menganggap mata pelajaran biologi sebagai
ilmu yang penuh hafalan
a. penyampaian materi cenderung monoton
(metode tidak bervariasi)
b. kurang memotivasi siswa untuk
menyampaikan pendapat atau untuk
berperan aktif dalam pembelajaran
a. cenderung satu arah dan tidak demokratis
b. pembelajaran masih berpusat pada guru
(keaktifan didominasi guru)
a. sarana dan prasarana masih kurang
b. kurangnya perhatian orang tua terhadap
kegiatan belajar anak di rumah
Berbagai kemungkinan penyebab masalah yang dijelaskan diatas
kemudian dianalisis melalui kerja kolaborasi antara peneliti dengan guru
bidang studi biologi kelas XI IPA. Dari hasil kerja kolaborasi antara
peneliti dan guru bidang studi biologi sepakat bahwa penyebab masalah
yang paling dominan adalah pembelajaran yang cenderung satu arah
yaitu berpusat pada guru dalam proses pembelajaran sehingga keaktifan
hanya pada guru tidak pada siswa.
Berdasarkan pada penyebab masalah yang telah disepakati oleh
rekan kolaborasi, kegiatan dilanjutkan dengan dialog untuk membahas
perencanaan solusi masalah yang dikembangkan berdasarkan akar
penyebab masalah, yaitu kualitas pembelajaran biologi. Tindakan
solusi masalah yang disepakati antara guru dengan peneliti adalah
dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams-Games-Tournament).
Tindakan pembelajaran dengan metode TGT akan diaplikasikan
pada siswa kelas XI IPA yang akan dikembangkan pada setiap siklus
tindakan melalui perencanaan yang terevisi. Dengan mengaplikasikan
metode TGT dalam pembelajaran, diharapkan dapat mengubah
pembelajaran yang semula siswa hanya pasif menjadi lebih aktif.
Pembelajaran TGT yang dimaksud dalam penelitian adalah cara
mengajar di mana siswa dituntut untuk aktif dalam mengemukakan
pikirannya dan guru aktif dalam membimbing siswa sehingga siswa
dilibatkan dalam kegiatan belajar. Dengan pembelajaran TGT
diharapkan motivasi dan hasil belajar siswa meningkat.
2. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan merupakan semua rencana kegiatan dalam
pembelajaran dengan metode TGT. Berdasarkan kesepakatan serta
kolaborasi tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa yaitu dengan mengaplikasikan metode TGT
dalam pembelajaran biologi pada materi pokok sistem koordinasi
manusia. Sebelum dilaksanakan tindakan peneliti terlebih dahulu
menyusun silabus yang digunakan sebagai pedoman dalam
pembelajaran (lampiran 1), sedangkan RP (lampiran 2 dan 3) disusun
saat perencanaan tindakan pada masing-masing siklus, angket motivasi
siswa (lampiran 4) dan soal post-test (lampiran 5, 7 dan 9) yang akan
diberikan pada setiap akhir tindakan.
3. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pembelajaran pada siswa kelas XI IPA
berpedoman pada rencana perbaikan pembelajaran dan perencanaan
tindakan yang telah disusun sebelumnya. Tindakan dilakukan dengan
aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-
Tournament) pada pembelajaran biologi materi pokok sistem koordinasi
manusia.
a. Tindakan kelas siklus I
1) Perencanaan tindakan siklus I
Sebelum melaksanakan tindakan terlebih dahulu
menyusun Rencana Perbaikan Pembelajaran (lampiran 3).
Pembelajaran yang akan dilaksanakan berpedoman pada rencana
pembelajaran yang telah disusun yaitu selama 2 jam pelajaran
(90 menit) dengan materi ajar yaitu sistem koordinasi manusia.
2) Pelaksanaan tindakan kelas siklus I
Tindakan kelas siklus I dilaksanakan hari Jumat, 20
Maret 2009, dimulai pukul 10.15-11.45 WIB. Jumlah siswa yang
hadir sebanyak 30 siswa. Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti
berperan sebagai guru sekaligus observer, sedangkan guru
berperan sebagai observer.
Pada kegiatan awal setelah guru memasuki ruangan, guru
membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam. Guru
memberi motivasi, pengarahan mengenai tujuan dan prosedur
pembelajaran. Guru membagikan modul dan mempresentasikan
inti dari materi sistem koordinasi manusia. Kemudian guru
membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan anggota yang
heterogen kurang lebih 15 menit. Kegiatan selanjutnya adalah
guru memberi kesempatan setiap kelompok untuk membaca
modul dan diskusi mengenai sistem koordinasi manusia selama
15 menit. Kemudian diadakan game/turnamen antar tim kurang
lebih 40 menit. Dalam langkah selanjutnya guru mengevaluasi
kegiatan game/turnamen sebagai kesimpulan dan sebelum
mengakhiri pembelajaran siswa terlebih dahulu mengerjakan
angket motivasi siswa dan post-test kurang lebih selama 20
menit.
3) Hasil tindakan kelas siklus I
a) Observasi dan monitoring tindakan kelas siklus I
Observasi dan monitoring yang dilakukan oleh peneliti
dan guru bidang studi biologi dalam tindakan ditujukan pada
semua komponen pendukung dalam proses pembelajaran
yaitu siswa, guru dan metode mengajar.
Berdasar tindakan yang dilakukan, hasil pengamatan
pada kegiatan awal adalah terdapat siswa-siswa yang dengan
serius membaca dan berdiskusi tetapi juga terdapat siswa
yang malas membaca, hanya ramai bahkan menganggu teman
lain yang mengikuti kegiatan belajar. Dalam hal ini, terlihat
bahwa siswa belum memanfaatkan diskusi secara optimal
sehingga konsep siswa mengenai materi belum matang.
Persiapan guru juga belum cukup matang. Volume suara guru
kurang keras sehingga siswa tidak sepenuhnya menangkap
apa yang disampaikan guru. Keterbatasan waktu
menyebabkan pelaksanaan pembelajaran belum baik. Selain
itu, pelaksanaan turnamen juga belum baik, karena banyak
pertanyaan yang tidak terjawab oleh setiap anggota tim.
Pelaksanaan turnamen juga hanya didominasi oleh beberapa
tim saja, terlihat belum terbentuknya kekompakan pada setiap
tim. Prosedur permainan belum efisien. Pada awal kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode TGT banyak
siswa terlihat bingung karena belum terbiasa dengan metode
pembelajaran yang dilakukan peneliti tetapi setelah mengikuti
langkah demi langkah dalam menggunakan metode TGT
mereka sedikit banyak mulai memahami.
Pada kegiatan akhir, guru mengevaluasi kegiatan
game/turnamen sebagai kesimpulan dan memberi motivasi
kepada siswa untuk belajar dan berdiskusi tentang materi
sistem koordinasi manusia di luar jam pelajaran sekolah.
Sebelum mengakhiri pembelajaran siswa terlebih dahulu
mengerjakan angket motivasi siswa dan post-test untuk
mengetahui hasil belajar siswa. Hampir semua siswa merasa
kaget dan tidak siap menghadapi post-test. Tetapi akhirnya
post-test berjalan dengan baik. Selama observasi dan
monitoring berlangsung, guru bidang studi biologi
memberikan penilaian terhadap aspek afektif (lampiran 26).
b) Refleksi terhadap tindakan kelas siklus I
Refleksi tindakan kelas siklus I dilaksanakan setelah
pelaksanaan tindakan siklus I. Kegiatan ini mendiskusikan
hasil observasi tindakan kelas yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil observasi tindakan kelas siklus I, terlihat
bahwa proses pembelajaran dengan aplikasi model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam siklus I belum sesuai
yang diharapkan dan perlu banyak pembenahan pada
komponen siswa, guru, dan metode pembelajaran sehingga
siswa dapat memahami materi pelajaran secara optimal. Dari
kegiatan refleksi ini, diperoleh beberapa hal yang dapat
dicatat sebagai masukan untuk perbaikan pada tindakan
selanjutnya yaitu:
(1) Siswa belum memanfaatkan diskusi secara optimal
sehingga konsep siswa mengenai materi belum matang.
(2) Sebagian siswa belum berani mengajukan ide dan
gagasannya baik pada waktu diskusi maupun saat
game/turnamen berlangsung.
(3) Keaktifan didominasi oleh beberapa tim saja, terlihat
belum terbentuknya kekompakan pada setiap tim.
(4) Prosedur permainan belum efisien.
(5) Alokasi waktu belum dimanfaatkan secara optimal.
Karena masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan
tindakan pada siklus I, maka peneliti mengadakan perbaikan
tindakan dalam siklus II.
c) Evaluasi terhadap tindakan kelas siklus I
Hasil observasi dan refleksi pada tindakan kelas siklus
I di evaluasi peneliti dengan guru bidang studi biologi.
Dengan adanya evaluasi, diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang terdapat pada siklus I. Hasil evaluasi
tersebut adalah:
(1) Menciptakan suasana belajar yang serius tetapi santai
sehingga diharapkan keadaaan siswa lebih terkendali
dengan meminimalkan siswa yang ramai.
(2) Perlu adanya komunikasi yang ramah, terbuka dan
komunikatif untuk memberikan kesan bersahabat dan
tidak menakutkan agar menumbuhkan keberanian siswa
dalam menjawab pertanyaan pada saat game/turnamen
berlangsung.
(3) Guru harus membimbing siswa secara menyeluruh.
(4) Guru sesering mungkin memotivasi siswa agar mampu
bekerja sama dengan tim mereka secara maksimal dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
(5) Memperbaiki prosedur game/turnamen.
(6) Alokasi waktu yang direncanakan harus dilaksanakan
seefektif mungkin.
b. Tindakan kelas siklus II
1) Perencanaan tindakan kelas siklus II
Berdasarkan hasil pada tindakan kelas siklus I, maka
rencana tindakan kelas siklus II perlu direvisi dan hasilnya akan
digunakan sebagai acuan pelaksanaan tindakan kelas siklus II.
Berbagai revisi yang disepakati bersama guru bidang studi
biologi yaitu:
a) Dalam setiap pertemuan guru perlu mengoptimalkan
pemberian motivasi untuk meningkatkan aktivitas belajar
siswa.
b) Prosedur game/turnamen diupayakan lebih menarik lagi agar
minat dan semangat belajar siswa semakin meningkat.
c) Proses pembelajaran harus berpusat pada siswa.
d) Pengefektifan alokasi waktu pembelajaran.
Pembelajaran tindakan kelas siklus II dilaksanakan
berdasarkan hasil revisi dan Rencana Perbaikan Pembelajaran
(RPP) yang telah dibuat (lanjutan lampiran 3) yang dilaksanakan
selama 2 jam pelajaran (90 menit) dengan materi ajar yaitu
sistem koordinasi manusia. Pembelajaran dilaksanakan dengan
aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT seperti pada
tindakan kelas siklus I.
2) Pelaksanaan tindakan kelas siklus II
Pelaksanaan tindakan kelas siklus II dilakukan pada hari
Rabu, 25 Maret 2009 dimulai pukul 07.00-08.30 WIB. Jumlah
siswa yang hadir sebanyak 30 siswa. Dalam pelaksanaan
tindakan, peneliti berperan sebagai guru sekaligus observer,
sedangkan guru berperan sebagai observer.
Pada kegiatan awal setelah guru memasuki ruangan, guru
membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam. Guru
memberi motivasi, pengarahan mengenai tujuan dan prosedur
pembelajaran. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan
anggota yang heterogen kurang lebih 10 menit. Kegiatan
selanjutnya adalah guru memberi kesempatan setiap kelompok
untuk membaca modul dan diskusi mengenai materi selama 10
menit. Kemudian diadakan game/turnamen antar tim kurang
lebih 40 menit. Dalam langkah selanjutnya guru mengevaluasi
kegiatan game/turnamen sebagai kesimpulan dan sebelum
mengakhiri pembelajaran siswa terlebih dahulu mengerjakan
angket motivasi siswa dan post test selama 30 menit.
3) Hasil tindakan kelas siklus II
a) Observasi dan monitoring tindakan kelas siklus II
Observasi dan monitoring yang dilakukan oleh peneliti
dan guru bidang studi biologi dalam tindakan ditujukan pada
semua komponen pendukung dalam proses pembelajaran
yaitu siswa, guru dan metode mengajar.
Berdasar tindakan yang dilakukan, hasil pengamatan
pada kegiatan awal adalah sebagian besar siswa sudah serius
membaca dan berdiskusi dengan teman satu tim, namun ada
pula siswa yang hanya membaca tanpa berdiskusi dengan
teman satu timnya. Dalam hal ini, terlihat bahwa terdapat
siswa yang sudah mulai memanfaatkan diskusi, ada pula yang
tidak memanfaatkan waktu untuk berdikusi sehingga
pemahaman mengenai materi belum menyeluruh pada semua
siswa. Persiapan guru sudah lebih matang. Alokasi waktu
telah dimanfaatkan dengan baik sehingga pelaksanaan
pembelajaran sudah baik. Selain itu, pelaksanaan turnamen
sudah baik tetapi belum optimal. Dikatakan baik karena
banyak pertanyaan yang dapat dijawab oleh setiap anggota
tim dan pada tindakan siklus II siswa lebih aktif
dibandingkan tindakan siklus I. Tetapi belum optimal karena
masih didominasi oleh beberapa tim saja, terlihat belum
terbentuknya kekompakan pada seluruh tim. Prosedur
permainan sudah efisien. Siswa mulai memahami kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode TGT.
Pada kegiatan akhir, guru mengevaluasi kegiatan
game/turnamen sebagai kesimpulan. Sebelum mengakhiri
pembelajaran siswa terlebih dahulu mengerjakan angket
motivasi siswa dan post-test untuk mengetahui hasil belajar
siswa. Siswa sudah tidak kaget lagi ketika diadakan post-test
karena siswa mulai paham apa maksud setiap tindakan
diakhiri dengan post-test. Selama observasi dan monitoring
berlangsung, guru bidang studi biologi memberikan penilaian
terhadap aspek afektif (lampiran 28). Sebelum menutup
pelajaran guru memberi motivasi kepada siswa untuk lebih
giat belajar dan berdiskusi tentang materi sistem koordinasi
manusia di luar jam pelajaran sekolah.
b) Refleksi terhadap tindakan kelas siklus II
Refleksi tindakan kelas siklus II dilaksanakan setelah
pelaksanaan tindakan siklus II. Kegiatan ini mendiskusikan
hasil observasi tindakan kelas siklus II. Berdasarkan hasil
observasi tindakan kelas siklus II, terlihat bahwa proses
pembelajaran dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dalam siklus II sudah lebih baik daripada siklus I
tetapi hasil belajar siswa pada aspek kognitif belum sesuai
yang diharapkan, yaitu 75 % siswa belum mencapai nilai
70. Oleh sebab itu, masih perlu pembenahan pada komponen
siswa dan guru sehingga siswa dapat memahami materi
pelajaran secara optimal. Dari kegiatan refleksi ini diperoleh
beberapa hal yang dapat dicatat sebagai masukan untuk
perbaikan pada tindakan selanjutnya yaitu:
(1) Pembelajaran tindakan kelas siklus II lebih baik jika
dibandingkan dengan pembelajaran tindakan kelas siklus
I
(2) Beberapa siswa belum memanfaatkan waktu diskusi
secara optimal sehingga pemahaman mengenai materi
belum menyeluruh pada seluruh siswa.
(3) Keberanian siswa untuk mengeluarkan ide dan
gagasannya baik pada waktu diskusi maupun saat
game/turnamen berlangsung mulai meningkat.
(4) Keaktifan masih didominasi oleh beberapa tim saja,
terlihat belum terbentuknya kekompakan pada semua tim.
(5) Kemampuan siswa sudah terlihat mulai meningkat ini
terlihat pada hasil yang dicapai oleh siswa.
(6) Siswa mulai terbiasa dengan penggunaan metode TGT.
Karena masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan
tindakan pada siklus II, maka peneliti mengadakan perbaikan
tindakan dalam siklus III.
c) Evaluasi terhadap tindakan kelas siklus II
Hasil observasi dan refleksi pada tindakan kelas siklus
II di evaluasi bersama dengan guru bidang studi biologi dan
diperoleh kesepakatan sebagai berikut:
(1) Dorongan dan bimbingan kepada siswa perlu
ditingkatkan karena masih ada siswa yang kurang
semangat dalam mengikuti pelajaran.
(2) Memperbaiki komunikasi dengan pembelajaran terbuka,
bersahabat dan menyenangkan.
(3) Peneliti dan guru bidang studi biologi harus pandai dalam
membuat pembelajaran menjadi lebih menarik bagi
siswa.
c. Tindakan kelas siklus III
1) Perencanaan tindakan kelas siklus III
Berdasarkan hasil yang dicapai pada tindakan kelas siklus
II maka rencana tindakan kelas siklus II perlu direvisi yang
hasilnya akan digunakan sebagai acuan pelaksanaan tindakan
kelas siklus III. Beberapa revisi yang disepakati dengan guru
kelas yaitu:
a) Prosedur game/turnamen diupayakan lebih menarik lagi agar
minat dan semangat belajar siswa semakin meningkat.
b) Guru lebih mengoptimalkan pemberian motivasi untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa.
c) Proses pembelajaran harus berpusat pada siswa.
d) Guru berusaha mendorong semua tim agar berpartisipasi
secara aktif dalam menjawab pertanyaan pada saat
game/turnamen berlangsung.
Pembelajaran tindakan kelas siklus III dilaksanakan
berdasarkan hasil revisi dan Rencana Perbaikan Pembelajaran
(RPP) yang telah dibuat (lanjutan lampiran 3) yang dilaksanakan
selama 2 jam pelajaran (90 menit) dengan materi ajar yaitu
sistem koordinasi manusia. Pembelajaran dilaksanakan dengan
aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT seperti pada
pembelajaran sebelumnya.
2) Pelaksanaan tindakan kelas siklus III
Pelaksanaan tindakan kelas siklus III dilakukan pada hari
Rabu, 01 April 2009 dimulai pukul 07.00-08.30 WIB. Jumlah
siswa yang hadir sebanyak 30 siswa. Dalam pelaksanaan
tindakan, peneliti berperan sebagai guru sekaligus observer,
sedangkan guru berperan sebagai observer.
Pada kegiatan awal setelah guru memasuki ruangan, guru
membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam. Guru
memberi motivasi kepada siswa tentang pentingnya belajar
biologi baik dalam bidang akademik maupun dalam kehidupan
sehari-hari, guru juga memberi pengarahan mengenai tujuan dan
prosedur pembelajaran. Dalam kesempatan ini guru juga
memberi ucapan selamat kepada siswa yang pada post-test
sebelumnya mendapatkan nilai baik dan memberi motivasi
kembali kepada siswa yang nilainya masih kurang agar pada
post-test siklus III hasilnya meningkat. Guru membagi siswa
menjadi 6 kelompok dengan anggota yang heterogen kurang
lebih 10 menit. Kegiatan selanjutnya adalah guru memberi
kesempatan setiap kelompok untuk membaca modul dan diskusi
mengenai materi selama 10 menit. Kemudian diadakan
game/turnamen antar tim kurang lebih 40 menit. Dalam langkah
selanjutnya guru mengevaluasi kegiatan game/turnamen sebagai
kesimpulan dan sebelum mengakhiri pembelajaran siswa terlebih
dahulu mengerjakan angket motivasi siswa dan post test selama
30 menit.
3) Hasil tindakan kelas siklus III
a) Observasi dan monitoring tindakan kelas siklus III
Observasi dan monitoring yang dilakukan oleh peneliti
dan guru bidang studi biologi dalam tindakan ditujukan pada
semua komponen pendukung dalam proses pembelajaran
yaitu siswa, guru dan strategi mengajar.
Berdasar tindakan yang dilakukan, hasil pengamatan
pada kegiatan awal adalah kesiapan siswa dalam menghadapi
pelajaran sudah jauh lebih baik. Tahapan tindakan kelas mulai
dari pembagian kelompok, membaca materi dan berdiskusi
dengan teman satu tim sudah dapat mereka lakukan tanpa
diperintah. Dalam hal ini, terlihat bahwa siswa sudah
memanfaatkan diskusi secara optimal sehingga konsep siswa
mengenai materi semakin matang. Persiapan guru semakin
matang. Alokasi waktu telah dimanfaatkan dengan baik
sehingga pelaksanaan pembelajaran sudah lebih baik. Selain
itu, pelaksanaan turnamen sudah baik dan optimal karena
semua pertanyaan dapat dijawab oleh anggota tim dan
nampak pada tindakan siklus III siswa semakin aktif
dibandingkan tindakan siklus II. Pada pelaksanaan turnamen
sudah terbentuk kekompakan pada seluruh tim terlihat bahwa
seluruh tim berlomba-lomba dan sangat antusias dalam
menjawab pertanyaan pada saat game/turnamen berlangsung.
Hal ini menunjukkan meningkatnya sikap afektif siswa.
Prosedur permainan sudah efisien. Siswa telah memahami
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode TGT
sehingga siswa sangat menikmati proses pembelajaran yang
berlangsung.
Pada kegiatan akhir, guru mengevaluasi kegiatan
game/turnamen sebagai kesimpulan. Sebelum mengakhiri
pembelajaran siswa terlebih dahulu mengerjakan angket
motivasi siswa dan post-test untuk mengetahui hasil belajar
siswa. Siswa mengerjakan soal post-test dengan suasana
tenang dan terlihat lebih percaya diri. Sebelum menutup
pelajaran guru mengutarakan maksud dan tujuan dari kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode TGT, kemudian
guru berpesan agar siswa senantiasa giat belajar agar dapat
meningkatkan prestasinya. Penilaian sikap afektif (lampiran
30) selama observasi dan monitoring digunakan untuk
perbaikan pada tindakan kelas selanjutnya.
b) Refleksi tindakan kelas siklus III
Refleksi terhadap tindakan kelas siklus III
dilaksanakan setelah pelaksanaan tindakan kelas siklus III
berakhir. Kegiatan refleksi ini mendiskusikan hasil observasi
dan monitoring tindakan yang dilakukan. Dari kegiatan
refleksi didapatkan hasil sebagai berikut :
(1) Pembelajaran pada tindakan kelas siklus III mengalami
banyak peningkatan dibandingkan pada siklus I dan II
(2) Keberanian siswa dalam menyampaikan ide/gagasan dan
pendapat saat berdiskusi semakin baik.
(3) Model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams-Games-Tournament) diaplikasikan dengan
optimal, terbukti dapat meningkatkan motivasi, hasil
belajar dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Hal ini
dapat dilihat berdasarkan peningkatan skor motivasi,
hasil penilaian kognitif dan hasil penilaian sikap afektif
siswa dari siklus I sampai III.
c) Evaluasi terhadap tindakan kelas siklus III
Hasil observasi dan refleksi pada tindakan kelas siklus
III di evaluasi bersama guru bidang studi biologi, diperoleh
hasil sebagai berikut:
(1) Keaktifan siswa dalam pembelajaran mengalami
peningkatan yang sangat baik.
(2) Siswa sudah tidak takut dan malu lagi dalam
mengutarakan ide dan gagasannya dalam diskusi.
(3) Dengan mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT secara benar dan optimal, yang melibatkan
seluruh siswa secara aktif dapat meningkatkan motivasi,
hasil belajar dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan pembelajaran secara keseluruhan dari hasil tindakan
kelas siklus I sampai III yang telah dilakukan, hasilnya mengalami
perubahan yang positif, yaitu meningkatnya motivasi dan hasil belajar
baik dari aspek kognitif dan afektif dalam pembelajaran biologi pada
materi pokok sistem koordinasi manusia yang disajikan dengan
membandingkan hasil belajar yang dicapai siswa. Tindakan berakhir
pada siklus III karena 75 % siswa telah mencapai nilai 70. Hasil ini
akan diuraikan pada data hasil pembelajaran.
4. Hasil Pembelajaran
Data hasil penilaian motivasi dan hasil belajar biologi aspek
kognitif dan afektif pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2
Surakarta tahun ajaran 2008/2009 dengan aplikasi model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament) pada materi pokok
sistem koordinasi manusia (Tabel 2).
Tabel 2. Rata- rata penilaian motivasi dan hasil belajar biologi dengan
mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Surakarta tahun
ajaran 2008/2009.
Aspek Nilai Awal Siklus I Siklus II Siklus III
Motivasi - 124,87 134,77 151,70
(Baik) (Baik) (Sangat Baik)
Kognitif 39,03 53,17 60,6 74,17
Afektif - 29,07 37,43 43,57
(Cukup Berminat) (Berminat) (Sangat Berminat)
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 2 dapat
didiskripsikan bahwa nilai rata-rata awal siswa pada aspek kognitif
(lampiran 20) kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta tahun
ajaran 2008/2009 adalah sebesar 39,03. Sedangkan untuk aspek afektif
guru tidak mengevaluasinya. Hasil penilaian motivasi siswa yang
diperoleh pada siklus I (lampiran 13) rata-ratanya sebesar 124,87
termasuk dalam kategori baik. Sementara hasil penilaian aspek kognitif
yang diperoleh dari post-test pada siklus I (lampiran 20) rata-ratanya
meningkat sebesar 14,14 dari rata-rata nilai awal menjadi 53,17. Pada
siklus I belum terdapat siswa yang mencapai hasil belajar kognitif
dengan nilai 70. Sedangkan pada aspek afektif (lampiran 26) rataratanya
sebesar 29,07 yang termasuk dalam kategori cukup berminat.
Setelah pelaksanaan siklus I, diadakan refleksi dan evaluasi untuk
perbaikan pada siklus II. Hasil yang diperoleh dari tindakan siklus II
adalah rata-rata penilaian motivasi siswa (lampiran 15) meningkat 9,9
menjadi 134.77 termasuk dalam kategori baik, sementara rata-rata
kognitif (lampiran 20) meningkat 7,43 menjadi 60,6 dari rata-rata nilai
kognitif siklus I. Hanya 20% siswa yang telah mencapai hasil belajar
kognitif dengan nilai 70. Sedangkan pada aspek afektif (lampiran 28)
rata-ratanya meningkat menjadi 37,43 termasuk kategori berminat.
Untuk lebih menyakinkan hasil yang diperoleh maka dilakukan tindakan
kelas siklus III dengan berbagai revisi siklus II dan diperoleh hasil ratarata
penilaian motivasi siswa (lampiran 17) meningkat 16,93 menjadi
151,70 termasuk dalam kategori sangat baik, sementara nilai kognitif
(lampiran 20) meningkat 13,57 dari rata-rata nilai kognitif siklus II
menjadi 74,17. Siswa yang telah mencapai hasil belajar kognitif dengan
nilai 70 meningkat 56,67% menjadi 76,67%. Sedangkan pada aspek
afektif (lampiran 30) rata-ratanya meningkat menjadi 43,57 termasuk
dalam kategori sangat berminat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata
penilaian motivasi siklus III lebih tinggi dibanding dari tindakan kelas
sebelumnya (151,70>134,77>124,87). Rata-rata aspek kognitif siklus III
lebih tinggi dari siklus I dan siklus II (74,17>60,6>53,17). Dan rata-rata
aspek afektif siklus III lebih tinggi dibanding dari tindakan kelas
sebelumnya (43,57>37,43>29,07). Dalam hal ini, terjadi peningkatan
motivasi dan hasil belajar dengan aplikasi model pembelajaran
kooperatif tipe TGT. Peningkatan rata-rata hasil kognitif yang paling
tinggi adalah pada siklus III dari siklus II yaitu sebesar 13,57. Hal ini
disebabkan siswa sudah lebih siap untuk mengikuti proses belajar
dengan menggunakan metode TGT.
B. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian (tabel 2) dapat
diketahui bahwa aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Fakta tersebut
menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang
dipelajari yaitu sistem koordinasi manusia.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perubahan tingkat belajar
siswa di kelas. Adanya tindakan yang telah diberikan didukung dengan
metode pembelajaran yang menarik telah memotivasi siswa untuk lebih
semangat belajar. Siswa lebih mandiri dalam kegiatan pembelajaran dan
mengerjakan soal post-test yang diberikan peneliti.
Penelitian dengan menggunakan metode TGT menunjukkan adanya
peningkatan motivasi dan hasil belajar baik dari aspek kognitif maupun
dari aspek afektif karena pembelajaran ini melibatkan seluruh siswa untuk
aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan hasil
kolaborasi antara peneliti dengan guru bidang studi biologi. Tindakan kelas
dilaksanakan dengan tahapan melakukan survei dan observasi terlebih
dahulu, kemudian membuat rencana tindakan dan melaksanakan tindakan
yang berpedoman pada silabus dan rencana pembelajaran. Saat
pelaksanaan tindakan, kolaborasi antara guru dengan peneliti sangat
diperlukan. Dalam hal ini, peneliti berperan sebagai guru sekaligus
observer, sedangkan guru berperan sebagai observer yang mengamati
kesibukan siswa selama pembelajaran dari aspek afektif. Selanjutnya hasil
belajar yang telah dilakukan dapat direfleksikan dan dianalisis untuk
mengetahui kebaikan dan kekurangannya, sehingga pada pembelajaran
selanjutnya, diharapkan lebih baik dan lebih berkualitas.
Dalam pembelajaran, siswa terlibat aktif melalui kegiatan
membaca, berdiskusi, mengemukakan ide dan gagasan yang dilakukan
secara berkelompok. Siswa membaca dengan tekun tentang pokok materi
yang sedang dipelajari, mendiskusikan materi dengan timnya sehingga
setiap siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan ide maupun
gagasannya. Kemudian saat game/turnamen berlangsung, siswa memiliki
kesempatan untuk menjawab pertanyaan, berlomba-lomba untuk meraih
skor tertinggi sehingga mendapat penghargaan sebagai tim terbaik. Pada
akhir tindakan diadakan pengisian angket motivasi dan post-test untuk
mengetahui peningkatan motivasi dan kemampuan yang dicapai siswa pada
aspek kognitif setelah pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams-Games-Tournament) dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar dikarenakan dalam pembelajaran TGT, siswa tidak hanya menerima
apa yang diberikan oleh guru, tetapi semua siswa turut berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran yaitu dengan diskusi dan permainan. Hal ini
dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mengikuti
pembelajaran biologi. Siswa juga tidak merasa jenuh dan bosan karena
dalam menyampaikan pembelajaran, guru tidak monoton, tetapi ada
variasi.
Selama pelaksanakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan
sebanyak 3 siklus, terjadi peningkatan kualitas dalam pembelajaran. Hal ini
dapat dilihat dari meningkatnya motivasi, hasil belajar siswa serta
keaktifan siswa. Peningkatan kualitas pembelajaran terjadi secara bertahap
pada setiap siklus yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar.
Pada siklus I di awal pertemuan masih banyak siswa yang ramai
berbicara dengan temannya, dan perhatian siswa masih kurang terhadap
pembelajaran. Sikap menghargai teman pada saat diskusi masih kurang,
pelaksanaan game/turnamen belum efisien, persiapan guru belum cukup
matang dalam membimbing siswa, dan saat mengerjakan post-test banyak
siswa yang rasa percaya dirinya kurang. Hasil belajar pada aspek kognitif
adalah 0% siswa mencapai nilai 70. Sikap afektif yang paling tinggi
adalah kedisiplinan dan keaktifan membaca materi, sedangkan yang rendah
adalah ketekunan berdiskusi dan menjawab pertanyaan. Hal ini
dikarenakan siswa belum terbiasa menggunakan metode TGT.
Untuk pembelajaran kelas siklus II berjalan lebih baik
dibandingkan dengan tindakan kelas siklus I. Siswa mulai mengerti dan
paham dengan maksud dan tujuan pembelajaran dengan mengaplikasikan
metode TGT. Dengan metode TGT, keaktifan siswa dalam pembelajaran
semakin meningkat yang dapat dilihat pada saat membaca, berdiskusi,
menjawab pertanyaan saat game/turnamen berlangsung, dan rasa percaya
diri pada saat mengerjakan post-test lebih baik. Setelah mengikuti
pembelajaran, motivasi dan hasil belajar siswa meningkat karena dalam
diri siswa mulai tumbuh rasa percaya diri untuk mengerjakan post-test.
Hasil belajar pada aspek kognitif adalah 20% siswa mencapai nilai 70.
Dengan rasa percaya diri yang tinggi serta perhatian terhadap pelajaran
maka hasil yang dicapai menjadi baik.
Pembelajaran tindakan kelas siklus III jauh lebih baik dibandingkan
dengan tindakan kelas siklus I dan II. Peneliti sudah bertindak sebagai
fasilitator dan memberikan bimbingan kepada siswa secara menyeluruh.
Hasil belajar pada aspek kognitif adalah 76,67 % siswa mencapai nilai
70. Secara keseluruhan guru menyambut baik terhadap aplikasi
pembelajaran dengan metode TGT karena dapat meningkatkan motivasi,
keaktifan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Tingginya nilai rata-rata pada metode pembelajaran TGT
disebabkan karena pada proses pembelajaran siswa tidak lagi dijadikan
sebagai objek melainkan siswa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Dari proses pembelajaran tersebut siswa mendapatkan
pengalaman belajar sesuai dengan kajian ilmu pengetahuan yang
dipelajarinya secara optimal. Pada pembelajaran TGT, siswa dilatih,
dituntut agar dapat bekerja sama, tidak malu untuk berbicara tentang materi
yang belum dipahami dan dikuasai, saling meningkatkan keterampilan
dalam berkomunikasi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dan
meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Melvin L. Silberman (2007), yaitu ketika pembelajaran
itu aktif apabila siswa melakukan aktivitas, mereka menggunakan potensi
otak untuk mengkaji ide-ide, memecahkan masalah dan menerapkan apa
yang mereka pelajari.
Moh. Uzer Usman (2005), menyatakan bahwa dalam menciptakan
kondisi pembelajaran yang efektif, guru harus: 1) melibatkan siswa secara
aktif; 2) menarik minat dan perhatian siswa; 3) membangkitkan motivasi
siswa; dan 4) memperhatikan perbedaan individu siswa.
Berdasarkan hasil yang telah dicapai selama pelaksanaan
pembelajaran dengan mengaplikasikan metode TGT, siswa mengalami
peningkatan baik dari segi motivasi, aspek kognitif maupun afektif. Pada
setiap siklus terjadi peningkatan hasil belajar. Berdasarkan hasil yang
diperoleh maka uraian teori yang terdapat dalam bab II mendukung
terhadap hasil tindakan kelas yang telah dilaksanakan yaitu aplikasi model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament) dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009.

Contoh BAB III PTK

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 2 Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan bulan November 2008 sampai dengan April
2009.
B. Prosedur Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Research) yang dilakukan oleh peneliti secara langsung.
Penelitian ini berbasis kolaboratif, sehingga dalam pelaksanaannya
penelitian dilakukan melalui kerja sama dengan guru bidang studi biologi
yang selalu berupaya untuk memperoleh hasil yang optimal melalui cara
dan prosedur yang efektif, sehingga dimungkinkan adanya tindakan yang
berulang dengan revisi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa terhadap mata pelajaran biologi. Peneliti berperan sebagai guru untuk
melakukan tindakan pembelajaran sesuai perencanaan tindakan yang
dibuat. Peneliti selalu bekerja sama dengan guru bidang studi biologi mulai
dari: 1) dialog awal; 2) perencanaan tindakan; 3) pelaksanaan tindakan; 4)
pemantauan (observasi); 5) perenungan (refleksi) pada setiap tindakan
yang dilakukan; 6) penyimpulan hasil berupa pengertian dan pemahaman
(evaluasi).
Penelitian ini mengarah pada model penelitian tindakan kelas
(PTK) yang dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk penelitian yang
bersifat reflektif dengan alasan melakukan tindakan tertentu agar dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Model penelitian
tindakan kelas sebagaimana dinyatakan oleh Kemmis dan Mc Taggart
(1988) dalam Zainal Aqib (2008), merupakan penelitian bersiklus yang
terdiri dari rencana, aksi/ tindakan, observasi dan refleksi yang dilakukan
secara berulang (Gambar. 3).
Putaran I
Putaran II
Gambar 3. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (modifikasi dari
Kemmis & Mc. Taggrat, 1988)
(Zainal Aqib, 2008).
Mengacu pada teori tentang penelitian tindakan kelas, maka
rancangan penelitian disusun menggunakan prosedur sebagai berikut:
1. Dialog Awal
Dialog awal dilakukan dengan mengadakan pertemuan peneliti
dengan guru bidang studi biologi yang bermaksud mendiskusikan
maksud dan tujuan penelitian sehingga peneliti yang akan melakukan
Perencanaan Tindakan 1 Observasi dan Monitoring
Evaluasi
Dialog Awal
Refleksi
Pengertian dan Pemahaman
Perencanaan Tindakan 2 Observasi dan Monitoring
Evaluasi Refleksi
Pengertian dan Pemahaman
Seterusnya Sesuai Waktu yang Direncanakan
tindakan benar-benar mengerti permasalahan yang dihadapi oleh guru di
kelas.
2. Perencanaan Tindakan
a. Setelah ditemukan permasalahan, maka peneliti bersama guru
merencanakan tindakan yang akan dilakukan, meliputi model
pembelajaran yang akan digunakan, waktu dan hari pelaksanaan.
b. Membuat kesepakatan bersama guru bidang studi biologi untuk
menetapkan materi yang akan diajarkan.
c. Merancang program pembelajaran berupa silabus, rencana
pembelajaran (RP), angket untuk mengukur peningkatan motivasi
siswa, modul sistem koordinasi manusia, kartu-kartu yang berisi soal
turnamen, dan soal post-test serta lembar pengamatan untuk penilaian
afektif siswa.
d. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti dan guru berlatih bersama
untuk menyamakan persepsi mengenai proses pembelajaran yang
telah direncanakan.
3. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti bersama guru
melakukan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
Peneliti melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam usaha
ke arah perbaikan. Suatu perencanaan bersifat fleksibel dan siap
dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi dalam proses
pelaksanaan di lapangan. Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti berperan
sebagai guru, sedangkan guru berperan sebagai observer. Langkahlangkah
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament)
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa agar
terlibat pada aktivitas pembelajaran, kemudian membagikan modul
materi pokok sistem koordinasi manusia dan mempresentasikan inti
dari materi sistem koordinasi manusia.
b. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok (tim) yang masingmasing
terdiri dari 5 siswa (anggota tim heterogen).
c. Guru memberi kesempatan siswa untuk membaca modul serta
berdiskusi dengan timnya mengenai materi. Siswa dipersilakan
mengajukan pertanyaan kepada tim sebelum bertanya pada guru
dan memberikan umpan balik terhadap ide yang dikemukakan
anggota satu tim. Setiap tim bertanggung jawab terhadap anggota
timnya, sehingga semua anggota tim dapat memahami materi
sebagai persiapan untuk menghadapi turnamen.
d. Guru mempersiapkan turnamen dengan menata kartu permainan
yang dilengkapi nomor, skor, pertanyaan, dan jawaban mengenai
materi pada meja turnamen.
e. Tahap permainan/pertandingan (game/turnamen):
1) Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu
bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba
menjawab pertanyaan yang muncul.
2) Apabila tiap anggota dalam suatu tim tidak bisa menjawab
pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar kepada
kelompok lain, searah jarum jam.
3) Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan
mendapat skor yang telah tertera dibalik nomor tersebut. Skor ini
yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor akhir
tim.
4) Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara
bergantian searah jarum jam, sampai habis jatah nomornya.
f. Setelah selesai tindakan dilakukan pengisian angket oleh siswa dan
post-test (pemberian tes akhir semua materi) yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya peningkatan motivasi dan hasil belajar.
4. Observasi dan Monitoring
Observasi dan monitoring dilakukan bersama ketika
pembelajaran (pelaksanaan tindakan) berlangsung. Pengamatan ini tidak
dilakukan oleh peneliti sendiri yang bertindak sebagai guru tetapi
bekerja sama dengan guru bidang studi biologi.
5. Refleksi
Data dari hasil observasi dapat berupa data kuantitatif yang
berupa penguasaan materi (nilai post-test) dan tanggapan proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Proses refleksi ini
memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu
keberhasilan penelitian tindakan kelas. Karena dengan adanya suatu
refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapatkan suatu masukan yang
sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan
selanjutnya. Komponen-komponen refleksi dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tindak lanjut penyimpulan penjelasan pemaknaan analisis.
Data yang diperoleh dari hasil observasi, selanjutnya
didiskusikan antara guru bidang studi dengan peneliti untuk mengetahui:
a. Apakah tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana.
b. Kemajuan apa yang dicapai siswa, terutama dalam hal peningkatan
motivasi dan hasil belajar siswa.
Jika setelah refleksi terdapat masalah, dilakukan tindakan
lanjutan yang meliputi perencanaan, tindakan dan observasi, sehingga
masalah tersebut dapat teratasi dan tercapainya hasil yang optimal.
6. Evaluasi
Tahap ini merupakan proses mengumpulkan, mengolah, dan
menyajikan informasi sehingga bermanfaat untuk pengambilan
keputusan tindakan diantara dialog awal, perencanaan tindakan,
observasi, dan refleksi yang merupakan proses yang terkait secara
sistematis dan berkesinambungan. Evaluasi ditujukan pada penemuan
bukti adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas
XI IPA SMA Muhammadiyah Surakarta tahun ajaran 2008/2009. Siklus
penelitian tindakan dilakukan secara berulang sehingga diperoleh hasil
yang optimal. Evaluasi diarahkan pada penemuan bukti-bukti
peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa yang meliputi aspek
kognitif dan afektif. Motivasi dapat diukur dengan menggunakan
angket. Aspek kognitif dapat diperoleh melalui hal yang berkaitan
dengan kemampuan berpikir siswa, sedangkan aspek afektif dapat
diperoleh melalui hal yang berkaitan dengan emosi, sikap, derajat
penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data diperoleh melalui beberapa cara, yaitu:
1. Dokumentasi, digunakan untuk memperoleh data mengenai daftar nama
siswa kelas XI IPA yang akan menjadi obyek penelitian sebelum
dilakukan tindakan.
2. Wawancara, merupakan bentuk komunikasi verbal antara peneliti
dengan guru bidang studi, semacam percakapan untuk memperoleh
informasi. Pada penelitian ini dilakukan secara bebas tanpa terikat oleh
pertanyaan tertulis agar dapat berlangsung luwes dengan arah yang
terbuka.
3. Observasi, digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa (aspek
afektif) dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pengambilan data
dilakukan dengan pengamatan langsung di kelas mengenai kondisi
siswa. Hasil observasi dicatat pada lembar pengamatan yang berupa
sistem penilaian afektif siswa.
4. Angket, merupakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang diisi oleh
responden (siswa) untuk mendapatkan data mengenai peningkatan
motivasi siswa dalam pembelajaran.
5. Tes, digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa (aspek
kognitif) yang dilakukan setelah tindakan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament). Teknik pengumpulan
data ini dengan cara melakukan post-test di akhir pembelajaran melalui
tes tertulis.
6. Catatan lapangan, digunakan sebagai sumber yang sangat penting dalam
penelitian karena catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang
apa yang didengar, dilihat, diamati, dan dipikirkan dalam rangka
mengumpulkan data dan refleksi data dalam penelitian kualitatif.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif kualitatif karena analisis ini bertalian dengan uraian deskriptif
tentang perkembangan proses pembelajaran. Teknik tersebut mencakup
kegiatan mengungkap kelebihan dan kelemahan kinerja siswa dan guru
dalam proses belajar mengajar. Hasil analisis tersebut nantinya akan
digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan tindakan untuk
tahap berikutnya.
Selain analisis kritis, digunakan pula teknik analisis kualitatif model
alur, meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
(Milles & Huberman, 1989 dalam Zainal Aqib, 2008).
1. Reduksi data
Merupakan proses penyederhanaan yang dilakukan melalui
seleksi, pengelompokan, dan pengorganisasian data mentah menjadi
sebuah informasi yang bermakna. Data dan/atau informasi yang relevan
terkait langsung dengan pelaksanaan PTK yang diolah untuk bahan
evaluasi.
2. Penyajian data
Penyajian data merupakan suatu upaya menampilkan data secara
jelas dan mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif, tabel, grafik,
atau perwujudan lainnya yang dapat memberikan gambaran jelas
tentang proses dan hasil tindakan yang dilakukan. Penyajian data
dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap sejumlah informasi yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan pengambilan intisari dari sajian
data yang telah terorganisasikan dalam bentuk pernyataan atau kalimat
singkat, padat dan bermakna. Penarikan kesimpulan ini dilakukan secara
bertahap untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang tinggi.
Data yang diperoleh dari post-test I, post-test II, lembar pengamatan
untuk penilaian afektif dan angket motivasi siswa dianalisis secara
kuantitatif. Pada penelitian ini skor motivasi siswa diukur dengan
menggunakan angket model ARCS (Attention, Relevance, Confidence,
Satisfaction) (Suhadi, 2008). Jika skor rata-rata tindakan II lebih besar dari
tindakan I, maka terdapat peningkatan motivasi belajar siswa. Sedangkan
perbandingan nilai rata-rata kelas antara post-test I dan post-test II
dipergunakan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Jika nilai rata-rata kelas pada post-test II lebih besar dari post-test I, maka
terdapat peningkatan hasil belajar biologi siswa dengan aplikasi model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games- Tournament)

Contoh BAB II PTK

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi antara
siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah
lebih baik. Selama proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan belajar agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi siswa (E. Mulyasa, 2003). Sementara menurut
Syaiful Sagala (2006), pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan
penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa.
Berdasarkan teori belajar ada lima pengertian pembelajaran,
diantaranya sebagai berikut: 1). Pembelajaran adalah upaya menyampaikan
pengetahuan kepada siswa di sekolah; 2). Pembelajaran adalah mewariskan
kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga sekolah;
3). Pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk
menciptakan kondisi belajar bagi siswa; 4). Pembelajaran adalah upaya
untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi warga masyarakat yang baik;
5). Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari (Oemar Hamalik, 1995). Sementara itu
Dimyati, dkk (2002), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses
yang diselenggarakan oleh guru untuk memberi pengalaman belajar kepada
siswa mengenai cara memperoleh dan memproses pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Pembelajaran bertujuan mengembangkan potensi siswa secara
optimal yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan yang
diharapkan dan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat.
Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor kemampuan guru dalam
melaksanakan pembelajaran dengan adanya interaksi antara guru dan siswa
serta kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran (Cece Wijaya,
2000).
Pembelajaran yang dilaksanakan harus bertumpu pada enam pilar
pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO. Menurut Wiji
Suwarno (2006), enam pilar pembelajaran tersebut adalah learning to know
(belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan
sesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), learning to live
together (belajar untuk menjalani hidup bersama), learning how to learn
(belajar bagaimana cara mengembangkan potensi diri), dan learning
throughout life (belajar terus menerus sepanjang masa).
Pembelajaran mempunyai dua karakteristik utama, yaitu: 1). Dalam
proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal,
bukan hanya menuntut siswa untuk sekedar mendengar, mencatat, akan
tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir; 2). Dalam
pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus
menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu
dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri (Syaiful Sagala, 2006).
Salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan belajar yaitu
dengan menggunakan pembelajaran aktif, siswa melakukan sebagian besar
pekerjaan yang harus dilakukan. Disamping itu, siswa dapat menggunakan
potensi otak untuk melakukan pekerjaannya, mengeluarkan ide/gagasan,
memecahkan masalah dan dapat menerapkan apa yang mereka pelajari.
Belajar aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan
menarik hati dalam belajar untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Belajar
aktif membantu untuk mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentang
pelajaran tertentu dan mendiskusikannya dengan yang lain. Dalam belajar
aktif yang paling penting bagi siswa perlu memecahkan masalah sendiri,
menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan dan
mengerjakan tugas-tugas yang tergantung pada pengetahuan yang telah
mereka miliki atau yang akan dicapai (Melvin L. Silberman, 2007).
B. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar selama
proses pembelajaran. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa
ditentukan oleh kerelevansian dalam penggunaan suatu model
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Sehingga tujuan pembelajaran
akan dicapai dengan penggunaan model yang tepat, sesuai dengan standar
keberhasilan dalam tujuan pembelajaran. (Syaiful Bahri Djamarah, 2002).
Dalam proses pembelajaran, siswa mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda diantaranya: lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya
belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Fakta tersebut menjadi
bahan pertimbangan dalam menyusun suatu strategi pembelajaran yang
tepat (W. Gulo, 2005).
Anita Lie (2008), menyatakan bahwa ada tiga pilihan model
pembelajaran, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Model
pembelajaran cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam tugas-tugas yang terstuktur disebut sebagai sistem
“pembelajaran gotong royong”. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai
fasilitator. Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan
sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran
cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok
yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative
learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas
dengan lebih efektif.
Sementara Etin Solihatin & Raharjo (2007) mengartikan
cooperative sebagai bentuk kerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang
membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai
dengan kehidupan nyata sehingga dalam bekerja secara bersama-sama di
antara sesama anggota kelompok dapat meningkatkan motivasi,
produktivitas, dan hasil belajar. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara
individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota
kelompoknya. Sehingga belajar kooperatif merupakan pemanfaatan
kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja
sama untuk mengoptimalkan proses belajarnya.
Menurut Robert E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas
dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang
dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah
siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial
dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia
menjadi nara sumber bagi teman yang lain untuk memahami konsep yang
difasilitasi oleh guru. Sehingga model pembelajaran kooperatif
mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk
menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif; 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) jika dalam kelas terdapat siswasiswa
yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang
berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku,
budaya, jenis kelamin yang berbeda pula; 4) penghargaan lebih diutamakan
pada kerja kelompok dari pada perorangan. Anita Lie (2008), menyatakan
bahwa ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan
kelas model cooperative learning, yaitu pengelompokan, semangat gotong
royong, dan penataan ruang kelas.
Muslimin Ibrahim, dkk (2000), menyatakan bahwa prinsip-prinsip
dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) siswa dalam
kelompok harus beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan
bersama; 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya; 3) siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama; 4) siswa harus membagi tugas
dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya; 5) siswa
akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok; 6) siswa berbagi
kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses pembelajaran; 7) siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Menurut Johnson & Johnson (1989) dalam Anita Lie (2008),
suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang
lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan
memisah-misahkan siswa. Sementara Richard I. Arends (2008),
menyatakan struktur tujuan kooperatif terjadi apabila siswa dapat mencapai
tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok belajarnya. Maka dari itu setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Siswa dalam situasi cooperative learning dituntut untuk mengerjakan tugas
yang sama secara bersama-sama, dan mereka harus mengoordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugas tersebut. Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting yaitu: 1) meningkatkan hasil akademik; 2) toleransi
dan penerimaan terhadap keanekaragaman; 3) untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Nurhadi (2004), menyebutkan adanya beberapa keuntungan metode
pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) meningkatkan kepekaan dan
kesetiakawanan sosial; 2) memungkinkan para siswa saling belajar
mengenai sikap, keterampilan, informasi, dan perilaku sosial;
3) menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois; 4)
membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa; 5)
meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia; 6)
meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif; 7) meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasakan lebih baik; 8) meningkatkan kegemaran berteman tanpa
memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat,
etnik, kelas sosial, dan agama.
Menurut Robert E. Slavin (2008), model pembelajaran kooperatif
juga mempunyai kelemahan, diantaranya sebagai berikut: 1) memerlukan
persiapan yang rumit untuk pelaksanaannya; 2) apabila terjadi persaingan
yang negatif maka hasilnya akan buruk; 3) apabila ada siswa yang malas
atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompoknya sehingga menyebabkan
usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya; 4) adanya siswa
yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam belajar kelompok.
Sementara itu, Richard I. Arends (2008), menyatakan bahwa model
cooperative learning bisa sangat sulit bagi seorang guru pemula karena
model itu menuntut koordinasi simultan dari berbagai macam kegiatan. Di
lain pihak, model ini dapat mencapai beberapa tujuan pendidikan penting
yang tidak dapat dicapai oleh model-model lain, dan reward tipe
pengajaran ini bisa luar biasa besar bagi guru yang merencanakan dengan
cermat.
Menurut Robert E. Slavin (2008), metode Student Team Learning
adalah teknik pembelajaran kooperatif. Dalam metode Student Team
Learning, tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu
sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim. Tiga konsep
penting dalam metode Student Team Learning adalah penghargaan bagi
tim, tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang sama. Metode
tersebut dikembangkan menjadi beberapa variasi, antara lain:
1. Student Team-Achievement Division (STAD),
2. Teams-Games-Tournament (TGT),
3. Jigsaw II,
4. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan
5. Team Accelerated Instruction (TAI).
C. TGT (Teams-Games-Tournament)
Teams-Games-Tournament (TGT), pada mulanya dikembangkan
oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan metode
pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam metode ini, para siswa
dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang
berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang
etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai
pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game
akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor
timnya. TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari
penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam
mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan
dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi
tanggung jawab individual (Robert E. Slavin, 2008).
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat
dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007).
Menurut Robert E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif tipe
TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu : presentasi di kelas, tim
(kelompok), game (permainan), turnamen (pertandingan), dan rekognisi
tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari
aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja
dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah
menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa
memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk
menyumbangkan poin bagi skor timnya.
Lebih lanjut, dijelaskan mengenai langkah-langkah pembelajaran
TGT modifikasi dari Robert E. Slavin bahwa TGT terdiri dari siklus
reguler dari aktivitas pengajaran, sebagai berikut:
1. Presentasi Kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian
kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan
ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Disamping itu, guru juga
menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa,
dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus
benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan
guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game/turnamen karena skor game/turnamen
akan menentukan skor kelompok.
2. Belajar Kelompok (Tim)
Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja
dalam kelompok yang terdiri atas 5 orang yang anggotanya heterogen
dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik
yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok,
diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa
yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang
dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan
tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara
kooperatif sangat menyenangkan. Pada saat pembelajaran, fungsi
kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman
kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat
game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan
pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul.
Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama,
saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok
yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian
rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
3. Persiapan Permainan/Pertandingan
Guru mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
materi, bernomor 1 sampai 30. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat
untuk permainan, yaitu: kartu permainan yang dilengkapi nomor, skor,
pertanyaan, dan jawaban mengenai materi.
4. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen)
Game/Turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyajian kelas
dan belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk
memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan
mencoba menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila tiap anggota
dalam suatu tim tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan
tersebut dilempar kepada kelompok lain, searah jarum jam. Tim yang
bisa menjawab dengan benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang
telah tertera dibalik kartu tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan
tim untuk menentukan skor akhir tim. Pemilihan kartu bernomor akan
digilir pada tiap-tiap tim secara bergantian searah jarum jam, sampai
habis jatah nomornya.
5. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim)
Penghargaan diberikan kepada tim yang menang atau mendapat skor
tertinggi, skor tersebut pada akhirnya akan dijadikan sebagai tambahan
nilai tugas siswa. Selain itu diberikan pula hadiah (reward) sebagai
motivasi belajar.
Adanya dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan
permainan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT, diharapkan
siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan situasi yang
menyenangkan dan termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada
akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap
materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi
pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal.
Muflihah (2004), dalam penelitiannya yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa metode TGT dapat meningkatkan hasil belajar dengan
baik. Penerapan pembelajaran TGT dapat dijadikan alternatif bagi guru
dalam menyampaikan materi pelajaran, membantu mengaktifkan
kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain. Siswa terbiasa
bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar,
sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. TGT merupakan
salah satu metode pembelajaran kooperatif yang sangat bermanfaat bagi
siswa. Adanya permainan dalam bentuk turnamen akademik yang
dilaksanakan pada akhir pokok bahasan, memberikan peluang bagi setiap
siswa untuk melakukan yang terbaik bagi kelompoknya, hal ini juga
menuntut keaktifan dan partisipasi siswa pada proses pembelajaran.
Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal
akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar
yang optimal.
D. Motivasi Belajar
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu
tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung,
tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan,
dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.
Dengan demikian, motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri
seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih
baik dalam memenuhi kebutuhannya (Hamzah B. Uno, 2008). Sedangkan
Moh. Uzer Usman (2003), berpendapat bahwa motif merupakan daya atau
kemauan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan
motivasi adalah usaha membangkitkan motif-motif sehingga menjadi suatu
perbuatan.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal
pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang
mendukung. Hal tersebut mempunyai peranan besar dalam keberhasilan
seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: 1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; 2) adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar; 3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan; 4) adanya penghargaan dalam belajar; 5) adanya kegiatan
yang menarik dalam belajar; 6) adanya lingkungan belajar yang kondusif,
sehingga memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan baik (Hamzah
B. Uno, 2008).
Menurut Oemar Hamalik (2003), dalam kegiatan belajar, motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Sementara
Sardiman A.M (2007), menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi
kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Dalam belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Motivation is an
essential condition of learning. Hasil belajar akan menjadi optimal, apabila
terdapat motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin
berhasil pula pelajaran itu. Dengan kata lain, adanya usaha yang tekun dan
didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar akan dapat
melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan
sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
Moh. Uzer Usman (2003), menyatakan bahwa guru perlu
mengetahui motivasi yang terdapat dalam diri siswanya. Guru berperan
selaku motivator, pemberi semangat agar motif-motif yang positif pada
anak dapat dibangkitkan, ditingkatkan, dan dikembangkan. Tingkat
motivasi pertama berkenaan dengan individu, yang mendorong seseorang
untuk melakukan upaya yang lebih besar. Yang kedua berfokus pada tim,
yang menguatkan hubungan suatu kelompok dengan tujuan bersama untuk
mencapai keberhasilan (Brian Clegg, 2001).
Menurut E. Mulyasa (2007), beberapa prinsip yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan motivasi siswa, diantaranya: 1) siswa akan
belajar lebih giat apabila kompetensi dasar yang dipelajari menarik, dan
berguna bagi dirinya; 2) kompetensi dasar harus disusun dengan jelas dan
diinformasikan kepada siswa sehingga mereka mengetahuinya dengan
jelas, siswa juga dapat dilibatkan dalam penyusunan indikator kompetensi;
3) siswa harus selalu diberi tahu tentang hasil belajar dan pembentukan
kompetensi pada dirinya; 4) pemberian pujian dan hadiah lebih baik
daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan; 5)
manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa; 6) usahakan
untuk memperhatikan perbedaan individu siswa, misal perbedaan
kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subjek
tertentu; 7) usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan
memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan
bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar
sedemikian rupa sehingga setiap siswa pernah memperoleh kepuasan dan
penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan,
sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
Menurut Hamzah B. Uno (2008), beberapa teknik motivasi yang
dapat dilakukan dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) pernyataan
penghargaan secara verbal; 2) menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu
keberhasilan; 3) menimbulkan rasa ingin tahu; 4) memunculkan sesuatu
yang tidak diduga oleh siswa; 5) menjadikan tahap dini dalam belajar
mudah bagi siswa; 6) menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai
contoh dalam belajar; 7) menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang
telah dipelajari sebelumnya; 8) menggunakan simulasi dan permainan; 9)
memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum; 10) memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat;
11) memperpadukan motif-motif yang kuat; 12) memperjelas tujuan belajar
yang hendak dicapai; 13) merumuskan tujuan-tujuan sementara; 14)
membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa; 15)
memberikan contoh yang positif.
E. Biologi dan Sistem Koordinasi Manusia
Istilah Biologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “bios” yang artinya
hidup dan “logos” yang artinya ilmu, sehingga Biologi dapat diartikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan yang
meliputi unsur biotik dan unsur abiotik. Unsur biotik contohnya hewan,
tumbuhan dan manusia. Sedangkan unsur abiotik contohnya air, cahaya,
suhu, gunung, dan sebagainya. Biologi merupakan seluruh pengetahuan
tentang kehidupan yang bersifat logis dan ilmiah yang diperoleh dari dulu
hingga sekarang (Arif Pribadi dkk, 2004).
Sebagai ilmu, Biologi mengkaji berbagai persoalan yang terkait
dengan berbagai fenomena kehidupan makhluk hidup pada berbagai
tingkat organisasi kehidupan dan interaksi dengan faktor lingkungan.
Makhluk hidup sebagai objek Biologi memiliki karakteristik tersendiri
dibanding objek sains lainnya. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu
dan memahami alam secara sistematis. Pendidikan Biologi diharapkan
dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan
alam sekitarnya (Anonim, 2002).
Menurut Kimball John W (2002), Biologi merupakan ilmu untuk
mengetahui lebih banyak mengenai diri kita sendiri dan bumi yang kita
huni. Materi pokok sistem koordinasi manusia merupakan salah satu materi
biologi yang membahas tentang sistem yang terjadi pada tubuh makluk
hidup, yaitu manusia. D. A. Pratiwi, dkk (2004), menyatakan bahwa tubuh
manusia dilengkapi dengan dua perangkat pengatur seluruh kegiatan tubuh.
Kedua perangkat ini merupakan sistem koordinasi yang terdiri dari sistem
saraf dan sistem hormon .
Sistem Koordinasi merupakan sistem organ yang bekerja sama
secara efisien. Sistem koordinasi manusia meliputi sistem indera, sistem
saraf, dan sistem hormon.
1. Sistem Saraf
Neuron (sel saraf), merupakan unit struktural dan fungsional
dari sistem saraf. Struktur neuron terdiri dari badan sel
(soma/perikarion), dendrit, dan akson. Sistem saraf pada manusia
terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Sistem saraf pusat, terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
Sistem saraf pusat berfungsi mengatur dan mengendalikan semua
aktivitas tubuh.
b. Sistem saraf tepi (perifer), berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi
saraf somatik (sadar), yaitu saraf kranial dan spinal; serta saraf
otonom (tak sadar), yaitu saraf simpatik dan parasimpatik.
Pengaruh obat-obatan dan narkoba terhadap sistem saraf:
narkoba (narkotika dan obat berbahaya yang berbentuk zat-zat kimia).
Dalam pengobatan secara medis dikenal adanya zat-zat kimia yang
mampu mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, namun tidak
memiliki efek penyembuhan. Zat-zat kimia inilah yang sering
disalahgunakan karena pemakaian dengan dosis yang berlebihan akan
berakibat buruk bagi kesehatan dan dapat menimbulkan kerusakan pada
sistem saraf. Gangguan pada sistem saraf manusia, antara lain: Epilepsi,
Neuritis, Alzheimer, Amnesia, Stroke, Parkinson, Poliomielitis,
Neurasthonia.
2. Sistem Indera
Indera adalah bagian tubuh yang mampu menerima rangsangan
tertentu. Manusia memiliki panca indera, yaitu hidung, lidah, mata,
telinga, dan kulit.
3. Sistem Hormon
Hormon adalah zat kimia dalam bentuk senyawa organik yang
dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Hormon berfungsi dalam mengatur
homeostasis, metabolisme, reproduksi, pertumbuhan, perkembangan,
dan tingkah laku. Homeostasis adalah pengaturan secara otomatis dalam
tubuh agar kelangsungan hidup dapat dipertahankan. Hormon bekerja
atas perintah dari sistem saraf atau hormon yang lain. Sistem yang
mengatur kerja sama antara saraf dan hormon terdapat pada bagian
hipotalamus.
Kelenjar endokrin meliputi kelenjar hipofisis, tiroid, paratiroid,
adrenal, ovarium, testis, pankreas, plasenta.
a. Kelenjar Hipofisis (Pituitari)
1) Hipofisis lobus anterior, menghasilkan: hormon somatotrof,
hormon thyrotropin atau Thyroid Stimulating Hormone (TSH),
Adrenokortikotropic Hormone (ACTH), prolaktin atau
Lactogenic Hormone (LTH), hormon gonadotropin pada wanita:
Folicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH),
dan hormon gonadotropin pada pria: FSH, Interstitial Cell
Stimulating Hormone (ICTH).
2) Hipofisis pars intermedia, menghasilkan MSH (Melanocyte
Stimulating Hormone).
3) Hipofisis lobus posterior, menghasilkan: hormon oksitoksin,
hormon antidiuretik (ADH) atau vasopressis.
b. Kelenjar Tiroid, menghasilkan hormon tiroksin dan triyodotironin.
c. Kelenjar Paratiroid, menghasilkan parathormon.
d. Kelenjar Suprarenalis, menghasilkan hormon kortison, hormon
adrenalin dan hormon noradrenalin.
e. Kelenjar Pankreas (Langerhans), menghasilkan hormon insulin dan
hormon glukagon.
f. Ovarium, merupakan kelenjar kelamin wanita yang berfungsi
menghasilkan ovum, hormon estrogen dan hormon progesteron.
g. Testis sebagai kelenjar kelamin pria mensekresi hormon testosteron.
h. Plasenta, merupakan jaringan yang menghubungkan ibu dengan
bayi di dalam rahim. Plasenta menghasilkan beberapa hormon,
yaitu: gonadotropin korion, estrogen, progesteron, somatotropin
(Diah Aryulina, dkk, 2006).
F. Hasil Belajar
Belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi
tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil
belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah
mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana
Sudjana, 2006).
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang
dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman tentang bahan
pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami siswa. Untuk
dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan
usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini bertujuan untuk melihat
kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan
ditetapkan (Suharsimi Arikunto, 2001).
Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap dan keterampilan (Oemar Hamalik, 2003). Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hal
penting dalam proses belajar mengajar, karena dapat menjadi petunjuk
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan
belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika
pencapaian hasil belajar itu tinggi, dapat dikatakan bahwa proses belajar
mengajar itu berhasil.
Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2006), ada tiga ranah
(domain) hasil belajar, yaitu: 1). Ranah afektif, merupakan aspek yang
berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau
penolakan terhadap suatu objek; 2). Ranah psikomotor, merupakan aspek
yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pekerjaan yang melibatkan
anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik; 3). Ranah
kognitif, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir,
kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan
perolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi,
penentuan dan penalaran.
Sardiman A.M (2007), menyatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi
oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
Hasil belajar seseorang bergantung pada apa yang telah diketahui si subjek
belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan
bahan yang sedang dipelajari. Sementara itu Moh. Uzer Usman (2003),
menyatakan hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi
antara berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar, antara lain:
1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal)
Faktor internal meliputi: a) faktor jasmaniah (fisiologi), seperti
mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna;
b) faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat
kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri; serta c) faktor
kematangan fisik maupun psikis.
2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal)
Faktor eksternal meliputi: a) faktor sosial, seperti lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, dan kelompok; b) faktor budaya, seperti adat
istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian; c) faktor
lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar; serta d)
faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
Muslimin Ibrahim, dkk (2000), menyatakan bahwa hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif
lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan
pengalaman-pengalaman belajar individu atau kompetitif. Peningkatan
belajar tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran atau aktivitas
belajar.
G. PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian
tindakan yang permasalahannya berasal dari kelas, menyangkut proses
pembelajaran dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan. Dalam
PTK, peneliti atau guru dapat melihat sendiri praktek pembelajaran atau
bersama guru lain, peneliti atau guru dapat melakukan penelitian terhadap
siswa dilihat dari berbagai aspek interaksinya dalam proses pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas merupakan bentuk investigasi yang bersifat
reflektif, partisipatif, kolaboratif yang memiliki tujuan untuk melakukan
perbaikan sistem, metode kerja, proses, isi, kompetensi dan situasi
(Supardi, 2006).
Menurut Rochiati Wiriaatmadja (2006), penelitian tindakan kelas
merupakan bentuk penelitian yang dilakukan secara kolaboratif dan
partisipatif. Artinya secara kolaboratif, guru tidak melakukan penelitian
sendiri, ada kemungkinan berkolaborasi atau bekerja sama dengan sesama
guru. Secara partisipatif bersama-sama mitra peneliti akan melaksanakan
penelitian ini langkah demi langkah. Sementara Nurul Zuriah (2006),
menyatakan bahwa penelitian tindakan menekankan kepada kegiatan
(tindakan) dengan mengujicobakan suatu ide ke dalam praktik atau situasi
nyata dalam skala mikro, yang diharapkan kegiatan tersebut mampu
memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar.
Menurut Zainal Aqib (2008), PTK setidaknya memiliki
karakteristik antara lain: 1). Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru
dalam instruksional; 2). Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; 3).
Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; 4). Bertujuan
memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional;
5). Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Suharsimi Arikunto (2006), menyatakan bahwa penelitian tindakan
kelas mempunyai tujuan antara lain: 1). Meningkatkan mutu, misi,
masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah; 2).
Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah
pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas; 3). Meningkatkan
sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan; 4).
Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah, sehingga
tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan
pembelajaran secara berkelanjutan. Sementara menurut Suhardjono (2006),
tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang
terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk
memecahkan masalah tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa
hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Pada
intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan
praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami
langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar.
PTK terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam
siklus berulang. Menurut Suhardjono (2006), keempat kegiatan yang ada
pada setiap siklus yaitu: 1) perencanaan; 2) tindakan; 3) pengamatan;
4) refleksi, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(Suhardjono, 2006).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Suhardjono bahwa pelaksanaan PTK
dimulai dari siklus pertama yang terdiri dari empat kegiatan. Apabila sudah
diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang dilaksanakan
dari siklus pertama tersebut, guru dapat menentukan rancangan untuk
Permasalahan Perencanaan
Tindakan I
Pelaksanaan
Tindakan I
Pengamatan/
Pengumpulan data I
Refleksi I
Permasalahan Baru
Hasil Refleksi
Pengamatan/
Pengumpulan data II
Refleksi II
Apabila permasalahan
belum terselesaikan
Perencanaan
Tindakan II
Pelaksanaan
Tindakan II
Dilanjutkan ke siklus
berikutnya
siklus kedua. Kegiatan pada siklus kedua dapat berupa kegiatan yang sama
dengan kegiatan sebelumnya apabila ditujukan untuk mengulangi
kesuksesan atau untuk meyakinkan hasil. Akan tetapi, umumnya kegiatan
yang dilakukan pada siklus kedua mempunyai berbagai tambahan
perbaikan dari tindakan terdahulu yang tentu saja ditujukan untuk
memperbaiki hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus
pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belum merasa
puas dapat dilakukan dengan siklus ketiga yang cara dan tahapannya sama
dengan siklus sebelumnya. Tidak ada ketentuan tentang berapa kali siklus
yang harus dilakukan. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti
sendiri, namun Suhardjono menyatakan bahwa sebaiknya tidak kurang dari
tiga siklus.
H. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan secara sistematis
dan terarah pada terjadinya proses belajar. Metode ceramah sering
dipandang sudah biasa bahkan cenderung membuat siswa merasa bosan
dalam mengikuti proses pembelajaran, hal ini berdampak pada siswa
terutama dalam hal keaktifan di mana siswa menjadi pasif. Oleh karena itu,
perlu adanya penggunaan metode-metode pembelajaran yang dapat
menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif. Penggunaan metode
pembelajaran yang tepat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
motivasi dan hasil belajar siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
memperbaiki proses pembelajaran terdapat dalam model pembelajaran
kooperatif yang melibatkan seluruh siswa untuk bekerja sama secara aktif
dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajarannya yang terstruktur dan
sistematis dapat digunakan pada berbagai jenjang pendidikan dan hampir
pada semua materi. TGT (Teams-Games-Tournament) merupakan salah
satu metode pembelajaran kooperatif yang melibatkan seluruh siswa dari
awal sampai akhir kegiatan pembelajaran. Metode ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama membagi ide-ide
dengan cara berdiskusi mengenai materi pelajaran sampai semua anggota
tim memahami materi pelajaran tersebut sebagai persiapan game/turnamen.
Dengan aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-
Tournament), diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa yang dapat diukur dalam 2 aspek, yaitu kognitif dan afektif.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dituangkan dalam
bagan sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Siswa kelas
XI IPA
Model pembelajaran kooperatif
tipe TGT
Hasil Belajar
Biologi
Aspek Kognitif
dan Afektif
Hasil Observasi:
1. Partisipasi siswa rendah dalam kegiatan
pembelajaran
2. Dominasi siswa tertentu dalam proses
pembelajaran
3. Siswa kurang tertarik dengan cara guru
menyampaikan materi (metode tidak
bervariasi)
4. Sebagian besar siswa kurang termotivasi
untuk belajar
5. Siswa sulit memahami materi pelajaran
biologi
Motivasi Siswa
Observasi

Sabtu, 20 Februari 2010

Contoh BAB I PTK

A. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, mutu guru
merupakan salah satu komponen yang mempunyai peran sangat penting
(Basuki Wibawa, 2003). Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah adalah dengan cara perbaikan proses belajar
mengajar atau pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang
pembelajaran di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai pendidik yang menduduki
posisi strategis dalam pengembangan sumber daya manusia, dituntut untuk
terus mengikuti perkembangan konsep-konsep baru dalam dunia
pendidikan (B. Suryosubroto, 2002).
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
kegiatan pendidikan. Pendidikan Nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Wiji Suwarno, 2006).
Fenomena di lapangan selama ini menunjukkan bahwa dalam
proses pembelajaran masih banyak permasalahan di dalamnya. Dari hasil
pengamatan di kelas serta diskusi dengan guru, dalam proses belajar
biologi di kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta tahun ajaran
2008/2009 terdapat beberapa kelemahan yang mempengaruhi hasil belajar
siswa dan berdasarkan hasil diagnosa, maka ditemukan beberapa
kelemahan diantaranya: 1) partisipasi siswa rendah dalam kegiatan
pembelajaran; 2) dominasi siswa tertentu dalam proses pembelajaran;
3) siswa kurang tertarik dengan cara guru menyampaikan materi (metode
tidak bervariasi); 4) sebagian besar siswa kurang termotivasi untuk
belajar. Motivasi menurut Nasution (2005), diakui sebagai hal yang sangat
penting bagi pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya solusi yang tepat
untuk perbaikan dalam proses pembelajaran di kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009 yaitu perlunya
meningkatkan mutu proses pembelajaran pada aspek kualitas dalam hal
perubahan tindakan proses belajar mengajar. Berdasarkan alasan tersebut,
maka dilakukan penelitian tindakan kelas guna memperbaiki proses
pembelajaran.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian yang
dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai “aksi” atau tindakan
yang dilakukan oleh guru/pelaku, mulai dari perencanaan sampai dengan
penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan
belajar-mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran (Basuki
Wibawa, 2003).
Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan mengaplikasikan
suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan
kreatif. Pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang mengajak
siswa untuk belajar secara aktif. Belajar aktif mendominasi aktivitas
pembelajaran sehingga siswa secara aktif menggunakan potensi otak,
dalam hal menemukan ide pokok, memecahkan persoalan, atau
mengaplikasikan apa yang baru dipelajari. Dengan belajar aktif, siswa akan
turut serta dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat menikmati
suasana yang lebih menyenangkan dan hasil belajar dapat dimaksimalkan
(Hisyam Zaini dkk, 2004). Metode yang dapat dikembangkan dari
pembelajaran aktif juga harus mempertimbangkan keadaan siswa dan
kemampuan siswa di kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta
tahun ajaran 2008/2009 yang heterogen dengan kemampuan akademik
tinggi, sedang, rendah dan latar belakang siswa yang berbeda. Sehingga
memungkinkan siswa untuk berinteraksi dan saling mengkomunikasikan
pengetahuan dalam proses pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran serta seluruh
siswa yaitu model pembelajaran kooperatif. Pelaksanaan model
pembelajaran kooperatif dengan cara menempatkan para siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain
dalam mempelajari materi pelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif, para
siswa diharapkan dapat saling membantu, saling berdiskusi dan
berargumentasi untuk mengasah khasanah ilmu pengetahuan yang mereka
kuasai dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Teams-Games-Tournament (TGT) merupakan salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif. TGT adalah pembelajaran kooperatif yang
melibatkan kelompok, di dalamnya terdapat diskusi kelompok dan diakhiri
suatu game/turnamen. Dalam TGT, siswa dibagi menjadi beberapa tim
belajar yang terdiri atas empat sampai enam orang yang berbeda-beda
tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya.
Berpijak pada uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian
yang berjudul: “APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS-GAMES-TOURNAMENT)
DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA SMA MUHAMMADIYAH 2
SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009”.
B. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka perlu dibatasi
permasalahannya sebagai berikut:
1. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams-Games-Tournament).
2. Objek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2
Surakarta tahun ajaran 2008/2009.
3. Materi Pokok
Materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Sistem
Koordinasi Manusia”.
4. Parameter
Parameter yang digunakan adalah motivasi dan hasil belajar, yaitu
motivasi dan hasil belajar biologi pada materi pokok sistem koordinasi
manusia dari pembelajaran siswa kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2
Surakarta tahun ajaran 2008/2009 menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament) dalam aspek kognitif
dan afektif. Hasil belajar biologi yang ingin dicapai pada aspek kognitif
adalah 75% siswa mencapai nilai 70.
C. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams-Games-Tournament) dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta tahun
ajaran 2008/2009?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-
Tournament) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar biologi siswa
kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, guru, dan pihak
sekolah, adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa, dapat menjadi acuan dalam:
a. Meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang telah
disampaikan oleh guru.
b. Membiasakan siswa untuk belajar aktif dan kreatif.
c. Meningkatkan tanggung jawab dan rasa kebersamaan bagi setiap
kelompok kerja dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
2. Bagi Guru
a. Memberikan informasi untuk menyelenggarakan pembelajaran aktif
dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
b. Memberi wacana baru tentang pembelajaran aktif melalui model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament).
c. Memberikan informasi bahwa dengan adanya pembelajaran yang
baik maka dapat mewujudkan siswa yang cerdas, terampil, bersikap
baik dan berprestasi.
3. Bagi Sekolah
Sebagai informasi untuk memotivasi tenaga kependidikan agar lebih
menerapkan metode pembelajaran yang kreatif dan